Seputarntb.com - Pengadilan Agama (PA) Selong, Kabupaten Lombok Timur akan kembali menyidangkan 217 perkara itsbat nikah di dua desa berturut-turut dalam pekan ini yakni di Desa Aik Dewa Kecamatan Pringgasela sebanyak 46 perkara pada Kamis (16/6/22) mendatang dan di Desa Labuhan Lombok Kecamatan Pringgabaya sebanyak 171 perkara, Jumat (17/6/22) mendatang.
Humas/Hakim PA Selong, H. Fahrurrozi, SHI., MH. mengatakan, ini program sidang keliling atau sidang di luar gedung pengadilan yang keenam dan ketujuh kali dalam tahun 2022. Sebelumnya kegiatan serupa dilakukan di Danger, Mekar Sari, Jurit, Pulau Maringkik dan Bilok Petung Sembalun.
Setelah ini, PA Selong akan menyidangkan perkara itsbat nikah di desa-desa lainnya se-Kabupaten Lombok Timur, khususnya di desa-desa yang jauh dari gedung Pengadilan.
"Di balik semangat yang tinggi dari Pengadilan untuk mengisbatkan atau mengesahkan pernikahan masyarakat terkandung pesan akan pentingnya penertiban administrasi kependudukan. Penduduk itu kalau statusnya menikah ya harus punya akta nikah, kalau bercerai harus punya akta cerai". katanya.
Ia mengimbau kepada masyarakat Lombok Timur agar mengakhiri praktik pernikahan di bawah tangan (sirri) atau tidak tercatatkan di Kantor Urusan Agama (KUA). Karena mudharatnya sangat besar.
Tidak sedikit anak-anak Lombok, sambungnya, menemui kendala untuk meraih cita-cita memasuki sekolah atau universitas favorit atau mendaftar menjadi Polisi/TNI dan profesi-profesi lainnya akibat tidak adanya akta nikah orang tuanya. Belum lagi jika ada sengketa pernikahan, harta bersama (gono-gini) dan kewarisan, istri-istri itu akan kesulitan membuktikan adanya hubungan pernikahan. Mereka bisa kehilangan hak-haknya.
Lebih lanjut, Fahrurrozi menjelaskan bagi anak-anak yang belum mencapai usia pernikahan menurut hukum, yaitu 19 tahun, maka solusinya adalah mengajukan permohonan dispensasi nikah. Bukan dengan cara menikah di bawah tangan. Kalau memang ada alasan mendesak dan anak itu dipandang sudah matang secara jasmani dan rohani, Pengadilan dapat memberikan dispensasi.
"Demikian juga, bagi laki-laki yang ingin menikah lagi secara poligami maka hendaklah melalui prosedur hukum, yaitu mengajukan permohonan izin poligami. Bukan menikah secara diam-diam atau di bawah tangan. Sebab pernikahan kedua itu tidak bisa diitsbatkan. Itsbat nikah yang dapat diajukan ke Pengadilan terbatas mengenai pernikahan yang dilakukan oleh mereka yang tidak mempunyai halangan menurut Undang-Undang Perkawinan. Jika ada halangan, yaitu laki-laki itu masih berstatus suami orang atau masih terikat pernikahan dengan orang lain maka tidak dapat diitsbatkan" urainya.
Ditambahkan, Mahkamah Agung telah menerbitkan Surat Edaran Nomor 3 Tahun 2018 yang pada intinya bahwa permohonan itsbat nikah poligami atas dasar nikah sirri meskipun dengan alasan untuk kepentingan anak harus dinyatakan tidak dapat diterima. Untuk menjamin kepentingan anak dapat diajukan permohonan asal usul anak.
“Di samping itu, Mahkamah Agung melalui Surat Edaran Nomor 2 Tahun 2019 menyatakan bahwa perkawinan dengan istri kedua, ketiga dan keempat yang dilakukan tanpa izin Pengadilan dan tidak beritikad baik, tidak menimbulkan akibat hukum terhadap hak-hak kebendaan antara suami istri yang berupa nafkah zaujiah, harta bersama dan waris,” tegasnya.
Semua pihak, menurut Fahrurrozi, harus mempunyai komitmen kuat untuk menghentikan pernikahan di bawah tangan. Para pejabat pemerintah dan tuan guru harus menjadi contoh teladan paling depan untuk menikah secara resmi di KUA, termasuk jika ingin menikah secara poligami harus mengajukan izin ke Pengadilan.
Banyaknya nikah siri di Lombok tidak hanya diketahui dari banyaknya permohonan itsbat nikah.